Di sebuah kampung di JB ada seorang nenek bernama Nekmah. Orang-orang di kampung itu pasti geleng-geleng kepala setiap kali mendengar nama Nekmah disebut. Bagaimana tidak, Nekmah yang sudah berusia 63 tahun masih membanting tulang sebagai pengutip tin meskipun kedua anaknya sudah menjadi orang yang berjaya.
Setelah suaminya meninggal, Nekmah mati-matian bekerja demi membesarkan kedua anaknya, namun sekarang, mereka seperti lupa kacang akan kulitnya.
Nekmah tak ambil pusing dengan orang-orang desa yang mencemoohnya dari belakang, namun jika Nekmah mendengar langsung, ia akan langsung naik darah dan memarahi orang yang mengatai anaknya tidak berbakti dengan membabi buta!
Hari itu, seperti biasa Nekmah sedang memungut sampah di desa. Sebuah pecahan botol menusuk tangan Nekmah hingga darah segar terus mengalir.
Tetangga yang sengaja melihat hal itu, segera menghampiri dan menolong Nekmah. Sambil membalut tangan Nekmah, tetangga itu pun berkata dengan prihatin,”Aduh ibu Nekmah, kedua anak ibu kan sudah kaya raya, kok sanggup membiarkan ibu jadi pengutip tin? Udah tak pulang, tak pernah kirimkan wang juga lagi! Sungguh anak tak berbakti!”
“Tutup mulutmu! Anakku sangat berbakti, jangan bicara sembarangan kamu yah!” teriak Nekmah dengan muka merah padam.
“Ibu Nekmah, sudah tidak perlu bohong dan menutup-nutupi… Tiga tahun lalu saya lihat anak ibu yang paling besar pernah datang ke rumah dengan membawa kereta mewah. Tapi ia hanya berdiri di depan pintu rumah selama beberapa minit, kemudian pergi begitu saja. Kenapa cuba..?” balas sang tetangga.
“Ia… Ia sedang ada urusan penting, jadi buru-buru.” Jawab Nekmah terbata-bata. “Masa masuk sebentar saja tidak sempat sih bu? Itu tandanya ia datang cuma untuk pamer bahwa ia sudah berjaya saja! Dasar keterlaluan!” ujar sang tetangga.
Mendengar ucapan tersebut, Nekmah marah besar,”Pergi kamu! Aku tidak perlukan bantuanmu! Kalian orang-orang desa memang tidak suka melihat kedua anakku berjaya! Setiap hari kerjaan kalian hanya mengata-ngatai mereka tidak berbakti. Anakku berbakti atau tidak, aku yang paling tahu!!”
Terkejut marahi seperti itu, tetangga Nekmah pun pergi meninggalkannya sambil geleng-geleng kepala. Tinggallah Nekmah seorang diri berlinang air mata.
Nekmah tahu apa yang ia alami sekarang adalah karma atas perbuatannya saat muda. Dari kedua anak Nekmah, anak pertama adalah anak kandungnya, sedangkan anak keduanya adalah anak angkat.
Nekmah lebih jauh lebih menyayangi anak angkatnya dibandingkan anak kandungnya sendiri. Ia selalu memberikan yang terbaik untuk anak angkatnya, bahkan di saat mereka tak punya wang, Nekmah tetap bersikeras menyekolahkan anak angkatnya.
Nekmah melakukan hal tersebut bukan tanpa sebab. Ayah anak angkat Nekmah mengorbankan nyawa demi menyelamatkan suami Nekmah saat sedang bekerja, sedangkan ibunya kemudian pergi tanpa jejak. Suami Nekmah tak lama kemudian juga mati akibat terlalu lelah dan sakit-sakitan.
Nekmah pikir ank kandungnya boleh mengerti bahwa ia lebih mendahulukan dan menyayangi anak keduanya kerana berhutang budi. Nekmah tak menyangka bahwa hal tersebut menoreh luka yang mendalam hingga menimbulkan kebencian dalam hati anak kandungnya.
Setelah lulus kuliah, anak angkat Nekmah menikah dengan seorang anak konglomerat. Sejak menikah, anak angkat Nekmah tak pernah lagi pulang ke rumah. Mungkin anak angkat Nekmah masih menyalahkan keluarga Nekmah atas kematian ayahnya dan kepergian ibunya.
Anak kandung Nekmah pun memutuskan untuk pergi dari rumah dengan alasan ingin mengadu nasip di kota. Tak disangka, tiga belas tahun kemudian ia akhirnya berjaya menjadi orang sukses dan kaya raya.
Sebenarnya, sejak 8 tahun lalu Nekmah terus menerima sepucuk surat yang isinya cukup tebal di setiap awal bulan. Tidak ada nama atau alamat apapun di surat tersebut, namun naluri ibu Nekmah mengatakan bahwa surat itu berisi wang dari anak kandungnya.
Kendanti demikian, Nekmah tak sekalipun membukanya. Ia merasa tak pantas menerima wang itu, apalagi dengan keadaan belum berdamai dengan anaknya.
Hari itu seseorang mengetuk pintu rumah Nekmah. Saat pintu dibuka, Nekmah melihat seorang anak kecil berdiri di depannya dan berkata,”Nenek, papa bilang ia ingin pulang, apakah nenek mau mengjinkannya masuk ke rumah?”
Belum sempat bertanya siapa papanya, Nekmah melihat tubuh seorang lelaki yang ia kenal mendekat bersama dengan wanita yang adalah istrinya.
Jantung Nekmah seakan berhenti berdetak, itu adalah anak kandungnya! “Ibu… maafkan aku, aku dulu terlalu egois dan terus memendam kebencian. Kini setelah menjadi ayah, aku baru mengerti, bagaimana perasaan ibu waktu itu. Mana ada orang tua yang tidak sayang kepada anaknya sendiri… “ujar sang anak sambil meneteskan air mata.
Nekmah tak berkata apapun, ia hanya membalas dengan pelukan dan berlinang air mata. Akhirnya setelah sekian lama, ia boleh kembali mendengar sang anak kembali memanggilnya “ibu”.
Sumber: lookforward